Selfie. Selfie. dan Selfie!! Ada kebakaran hebat, saat semua orang bahu-membahu berusaha memadamkan api, ada saja yang malah asyik berselfie ria. Jpret! Langsung memposting di medsos, “Lagi ada kebakaran”. Sedang operasi, keadaan darurat di RS, pasang senyum lebar, jpret, posting di media sosial. Ada panggilan boarding naik pesawat, harus segera naik pesawat, berhenti dulu, tersenyum memamerkan gigi, jpret, posting di media sosial. Lagi ada pemakaman, semua orang sedang berduka cita, bodo amat, ambil HP, cengengesan, senyum lebar, jpret, juga diposting di media sosial.
Selamat datang di zaman gila selfie. Ketika keadaan darurat dan super penting pun kalah oleh nafsu berselfie ria. Apalagi di luar itu. Berbondong-bondong orang ke luar negeri, ke Perancis misalnya, dijamin, berebut berfoto selfie di depan Menara Eifel, asyik sekali. Pulang dari sana, tanyakan saja, kapan menara Eifel dibangun? Tidak tahu, dan tidak penting. Toh, wisata atau jalan-jalan sekarang tujuannya adalah foto, bukan soal bertambahnya wawasan, atau semakin dalamnya pemahaman. Bukan itu lagi. Apalagi saat terbetik ada tempat berfoto-foto baru yang keren. Bukit tinggi dijabanin, manjat-manjat untuk berselfie, kebun bunga lebih mudah lagi, jembatan flyover, mall baru, taman baru, itu sih mudah saja mendatanginya demi selfie.
Dulu, trend ber-selfie ria menghadap langsung kamera. Sekarang ganti gaya, pura-pura menatap ke arah lain, amboi, lebih elegan ternyata. Lebih memukau saat dibagikan di akun media sosial masing-masing. Aduhai, dengan fitur ini-itu di HP, lebih mudah lagi membuat wajah hitam menjadi putih, jerawatan mulus seketika. Apakah itu memang 100% kita? Tidak penting lagi. Lupakan nasehat tampil apa-adanya.
Lantas buat apa semua selfie itu? Situ ngapain nanya-nanya? Terserah saya dong.
Kenapa sih kita ingin sekali menunjukkan foto-foto hebat kita di media sosial? Perjalanan kita? Lagi di mana kita? Entahlah, saya tidak pernah tahu jawaban pastinya. Karena hampir semua orang pasti membantah jika dibilang niatnya pamer.
Atau apakah ini trend? Jadi normal saja semua orang bergegas harus melakukannya? Tidak ikut trend, nanti tidak keren? Atau apakah semua orang memang berhati suci bagai salju, saat dia meletakkan foto hebat di media sosial ini, sungguh niatnya sangat tulus, membuat berlinang air mata mendengar alasannya. Entahlah. Tidak tahu jawaban pastinya.
Adik-adik sekalian, tulisan ini tidak pernah diniatkan untuk menyindir orang lain, apalagi rese mengurus orang lain. Tulisan ini sedikit pun tidak melarang siapapun hendak selfie. Siapalah Tere Liye bisa melarang? Itu hak semua orang buat ngapain di dunia ini. Tapi ketahuilah, tulisan ini dibuat agar kita mau memikirkan ulang banyak hal. Saat kita memikirkannya, mungkin kita menemukan sudut pandang yang tidak pernah terlintas di kepala kita, dan mungkin itu bermanfaat memahami sesuatu lebih baik. Jadi tidak perlu langsung bereaksi negatif saat membaca tulisan ini.
Sumber Tulisan:
Postingan ini dimodifikasi pada 6 Desember 2015 8:14 am
Pembajakan software adalah masalah yang merajalela termasuk di Indonesia yang telah tumbuh seiring perkembangan kecepatan…
Siang terik paling enak menyantap masakan ndeso, salah satu yang buat kangen adalah menu sayur…
Kuliner Nusantara memang tak ada habisnya. Banyak sajian kuliner khas Indonesia yang terkenal seantero Nusantara,…
Karena berbagai alasan masih banyak pecinta kucing yang melepas kucingnya untuk bebas berkeliaran di luar…
Walaupun tidak setenar Tokyo, namun ada banyak destinasi wisata menarik yang bisa kamu kunjungi saat…
Remittance advice adalah definisi yang harus diketahui siapa saja yang akan melakukan remittance. Orang-orang yang…
Tinggalkan Komentar