Setiap makhluk hidup akan berusaha mempertahankan dirinya dari kehancuran. Mekanisme pertahanan diri sifatnya alamiah yang dilakukan nyaris tanpa proses berpikir.
Secara biologis, ketika orang makan, minum dan berhubungan seks, itu pun juga adalah upaya untuk mempertahankan diri.
Orang lari menghindar dari bahaya atau sebaliknya balas menyerang untuk membela diri, semuanya pun juga dimaksudkan untuk mempertahankan diri.
Bayi dilengkapi dengan refleksi “grasp” (tangan mencengkeram) itu pun adalah dasar dari mekanisme pertahanan diri.
Dalam psikologi, ketika seseorang menghayati serangan kepada dirinya, misalnya berupa ejekan, yang dihayati sebagai ancaman untuk menghancurkan harga diri, maka orang pun otomatis akan melakukan mekanisme pertahanan diri.
Misalnya dengan menarik diri atau menjauh dari orang yang mengejek, atau sebaliknya membalas mengejek yang seringkali dengan konten yang lebih tajam.
Bisa juga membalas dengan cara pasif agresif, menghancurkan tapi dari belakang. Membicarakan dan menyebar keburukannya “di belakang” adalah cara-cara pasif agresif karena tidak berani berhadapan langsung tapi begitu ingin membalas.
Cara-cara seperti ini tidak menimbulkan kenyamanan pada diri, kenyamanan pada orang lain dan sekaligus tidak produktif dalam penyelesaian masalah.
Oleh karena itu, selama mekanisme pertahanan diri (Defense Mechanism) menimbulkan emosi negatif yang membuat tidak nyaman pada semua pihak, dan malah memperburuk serta mempersulit penyelesaian masalah, maka saya menganggapnya cara tersebut kurang adaptif atau bahkan maladaptif.
Valliant, seorang psikiater, menyatakan, setidaknya ada 19 mekanisme pertahanan diri yang dapat mengindikasikan kematangan emosional seseorang.
Paling tidak pemahaman kita mengenai mekanisme pertahanan diri yang matang ini bisa menunjukkan pada kita hal apa yang masih perlu kita kembangkan dan perkuat dalam diri.
1. Acceptance, atau penerimaan terhadap situasi tidak menyenangkan yang tidak dapat diubah. Dalam bahasa agama disebut “ikhlas”.
2. Altruism. Berupa pelayanan sosial yang konstruktif dan menimbulkan rasa senang dan puas.
3. Antisipasi. Perencanaan realistis terhadap ketidaknyamanan yang mungkin dihadapi.
4. Keberanian, kesediaan dan kesiapan mental untuk menghadapi konflik, rasa takut, rasa sakit, ahaya, ketidak-jelasan, keputus-asaan, hambatan, perubahan dan tekanan.
5. Emosi yang terkendali. Kemampuan berespon terhadap tuntutan dengan ekspresi emosi yang santun dan diterima lingkungan.
6. Emosi yang tercukupi. Tidak bergantung pada persetujuan dan penolakan orang lain.
7. Forgiveness atau memaafkan. Hilangnya kebencian atau kemarahan terhadap sesuatu yang mengancam atau dipersepsi sebagai ancaman, ketidaksetujuan, kesalahan atau penolakan untuk berdamai.
8. Bersyukur. Perasaan berterima kasih atau apresiasi terhadap pencapaian orang lain. Bersyukur akan meningkatkan level kebahagiaan dan menurunkan tinggkat depresi dan stres.
9. Rendah hati. Adalah kesadaran seseorang untuk menghargai pendapat atau pikirannya sendiri tanpa merendahkan pikiran dan pendapat orang lain.
10. Humor. Ekspresi terbuka terhadap ide atau pemikiran (terutama yang tidak menyenangkan untuk dihadapi atau dibicarakan) yang memberikan kesenangan pada orang lain.
11. Identifikasi. Suatu cara untuk mencontoh/memodel seseorang baik dari sisi karakter maupun perilaku.
12. Rasa kasihan atau iba kepada orang lain.
13. Mindfulness. Fokus dan orientasi terhadap kondisi saat ini dengan penuh rasa ingin tahu, keterbukaan dan penerimaan.
15. Sabar. Usaha untuk menghadapi situasi sulit (penundaan, provokasi, kritik, serangan) dengan menghindari berespon negatif.
16. Respek/menghormati. Keinginan dan kesediaan memperlihatkan penghargaan terhadap kualitas seseorang dan menunjukkan tindakan spesifik yang meningkatkan harga diri. Relasi yang didasari respek akan bertahan lebih lama.
17. Sublimasi. Transformasi atau mengubah emosi negatif, keinginan atau dorongan-dorongan ke dalam tindakan yang sehat dan dapat diterima. Misalnya, mengubah energi agresi ke dalam olah raga.
18. Suppresi. Suatu keputusan sadar untuk menunda memberikan perhatian terhadap pikiran, emosi atau kebutuhan dan memilih berfokus pada hal yang terjadi sekarang.
19. Toleransi. Kesediaan memberikan izin kepada suatu hal yang kurang disetujui.
Yeti Widiati
*Defense (Inggris Amerika), Defence (Inggris British)
*Diterjemahkan bebas dan dilengkapi dari Wikipedia.
Postingan ini dimodifikasi pada 27 September 2016 9:45 pm
Pembajakan software adalah masalah yang merajalela termasuk di Indonesia yang telah tumbuh seiring perkembangan kecepatan…
Siang terik paling enak menyantap masakan ndeso, salah satu yang buat kangen adalah menu sayur…
Kuliner Nusantara memang tak ada habisnya. Banyak sajian kuliner khas Indonesia yang terkenal seantero Nusantara,…
Karena berbagai alasan masih banyak pecinta kucing yang melepas kucingnya untuk bebas berkeliaran di luar…
Walaupun tidak setenar Tokyo, namun ada banyak destinasi wisata menarik yang bisa kamu kunjungi saat…
Remittance advice adalah definisi yang harus diketahui siapa saja yang akan melakukan remittance. Orang-orang yang…
Tinggalkan Komentar