Kemarin, saya menulis mengenai mekanisme pertahanan diri yang matang menurut Valliant, dalam menghadapi stres atau situasi yang (dipersepsi) tidak menyenangkan. Sekarang, saya ingin menulis mengenai mekanisme pertahanan diri yang tidak matang/immature.
Biasanya respon pertahanan diri yang immature ini dilakukan oleh anak-anak. Namun tidak sedikit juga orang yang lebih tua, melakukannya.
1. Acting Out: Ekspresi secara langsung yang didasari dorongan tidak sadar.
Misal; Marah dan mengamuk, ketika tidak siap menghadapi kritikan.
2. Fantasi: Kecenderungan untuk membuat keinginan menjadi fantasi dengan tujuan meredam konflik di dalam dan di luar diri.
Misal, anak yang berpura-pura berperan sebagai jagoan padahal dalam keseharian ia merasa direndahkan.
3. Mengidolakan seseorang yang dipersepsi memiliki kualitas yang sebetulnya diinginkan olehnya.
4. Introjeksi. Mengidentifikasi diri dengan ide atau value yang dimiliki seseorang yang dipandang lebih baik.
5. Pasif agresif. Agresi atau tindakan menghancurkan seseorang yang tidak disukai secara tidak langsung/pasif.
Misalnya, dengan membicarakan “di belakang”, ketidakpatuhan, menunda-nunda melaksanakan tugas, dll.
6. Proyeksi. Cara mengurangi rasa cemas dengan memindahkan pikiran/perasaan yang kurang diterima, seperti kecemburuan, rasa benci, atau ragam emosi lainnya kepada orang lain. Ini adalah termasuk bentuk yang cukup sering digunakan.
Misal, seorang anak yang cemburu pada adiknya namun mengatakan bahwa adiknya lah yang cemburu padanya.
7. Somatisasi. Mengubah perasaan tidak nyaman terhadap orang lain kepada dirinya sendiri dalam bentuk sakit fisik.
8. Wishful Thinking. Membuat keputusan menggacu pada hal yang diinginkan, bukan berdasar data, logika rasional atau realitas.
Misal, Tidak percaya anak mencuri karena menurut orangtuanya, anak selalu baik.
Dalam kadar tertentu yang tidak sering, maka pola respon di atas dipandang wajar dan masih bisa diterima. Namun menjadi kurang baik, bila dilakukan terus-menerus.
Jadi, bila seseorang diejek (bisa benar bisa juga hanya perasaannya) oleh temannya dan ia menjadi marah. Akui perasaan tersebut dan terima.
Kemudian temukan apa kebutuhan dari perasaan marah tersebut. Bila kebutuhannya adalah harga diri atau keinginan dihargai, maka temukan cara yang lebih matang untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Misalnya dengan berfokus pada apa yang menjadi kelebihan atau pencapaian. Kemudian apresiasi kelebihan atau pencapaian tersebut.
Bila terjadi pada anak atau remaja, maka peran orangtua menjadi sangat penting untuk peka terhadap kecemasan anak dan tanda-tanda mekanisme pertahanan diri yang kurang sehat.
Hal ini menjadi pijakan awal bagi anak untuk dapat mengembangkan cara yang lebih adaptif dalamAthy
Sumber Tulisan:
Yeti Widiati
Postingan ini dimodifikasi pada 28 September 2016 11:34 pm
Pembajakan software adalah masalah yang merajalela termasuk di Indonesia yang telah tumbuh seiring perkembangan kecepatan…
Siang terik paling enak menyantap masakan ndeso, salah satu yang buat kangen adalah menu sayur…
Kuliner Nusantara memang tak ada habisnya. Banyak sajian kuliner khas Indonesia yang terkenal seantero Nusantara,…
Karena berbagai alasan masih banyak pecinta kucing yang melepas kucingnya untuk bebas berkeliaran di luar…
Walaupun tidak setenar Tokyo, namun ada banyak destinasi wisata menarik yang bisa kamu kunjungi saat…
Remittance advice adalah definisi yang harus diketahui siapa saja yang akan melakukan remittance. Orang-orang yang…
Tinggalkan Komentar