Mau tau Tradisi Cari Jodoh di Indonesia? Siapa tau Loe Dapat Jodoh, mblo!
Nih buat para jomblo yang sampe sekarang belum dapat jodoh, mungkin info kali ini sangat berharga buat kamu. Cari jodoh bisa melalui berbagai cara. Ada yang modus-modusan lewat sosmed, semacam facebook, path, instagram, twitter, dll. Kalo gak, ada yang lewat jasa biro jodoh, atau via online dating di internet. Kalo di film-film macam FTV ada yang tabrak-tabrakan dulu buat dapetin jodoh. Apapun cara yang dilakukan, tujuannya sama, mencari pasangan yang sesuai dengan kita.
Gimana sih caranya kalo cari jodoh yang masih dilakukan oleh masyarakat adat? Ternyata, di berbagai daerah di Indonesia juga ada lho tradisi mencari jodoh buat kalian para jomblo. Boleh dicoba lho. Siapa tau, dengan mengikuti salah satu tradisi ini, kalian mendapatkan pasangan yang mau serius hingga menikah. Seperti apa aja sih tradisi cari jodoh di berbagai wilayah tersebut?
#1 Tradisi Kabuenga, Wakatobi
Sumber Gambar: jalan2.com
Nah, tradisi cari jodoh yang pertama ini datang dari daerah Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Tradisi Kabuenga ini ternyata turun temurun sejak zaman kerajaan Buton lho. Kenapa ada tradisi ini? Dalam sejarahnya, tradisi ini bermula dari sulitnya wanita dan pria bertemu satu sama lain, hanya karena pria zaman dahulu sering pergi melaut, sehingga jarang bertemu. Dengan kondisi itu, maka diadakanlah tradisi Kabuenga.
Dalam tradisi ini, para pria dan wanita berkumpul di tengah lapangan. Sambil mengenakan pakaian adat, seperti sanggul dan pakaian walio, para wanita beraksi di tengah lapangan dengan menjajakan makanan dan minuman. Para pria kemudian beraksi dengan membeli makanan dan minuman tersebut ke salah satu wanita yang berjualan.
Oh ya, khusus buat para pria harus teliti lho. Ternyata, wanita yang ikut serta tidak semuanya masih perawan. Ada yang sudah bersuami. Nah lho bisa berabe ntar kalo salah pilih. Ternyata, ada tipsnya lho buat membedakan mana yang masih gadis, mana yang sudah menikah, dilihat dari bentuk sanggulnya. Kalo sanggulnya berbentuk bundar, berarti itu masih perawan ting-ting, langsung aja borong jualannya mblo! Kalo bentuk sanggulnya berkuncir lancip ke belakang, nah kalian harus menahan diri, kalo gak mau terjadi sesuatu dengan kalian karena wanita bentuk sanggul ini sudah punya penjaga a.k.a suami.
Setelah dipilih dan membeli semua jajanan yang dijual, loe bisa melanjutkan ke jenjang pernikahan lho. Langsung datang ke keluarganya dan melamar. Enak khan gak jomblo lagi! hehe..
#2 Tradisi Gredoan, Banyuwangi
Sumber Gambar: travel.kompas.com
Tradisi yang satu ini masih tetap dilestarikan oleh masyarakat adat di Banyuwangi, Jawa Timur, Suku Osing (Using). Tradisi ini banyak ditemukan di kecamatan Kabat dan Rogojampi, Banyuwangi. Secara bahasa, Gredoan artinya goda atau menggoda. Berbeda dengan tradisi Kabuenga, tradisi Gredoan ini hanya boleh diikuti oleh gadis, perjaka, duda, dan janda. Yang masih bersuami atau punya istri tidak boleh ikut tradisi ini.
Tradisi ini dimulai biasanya bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Gimana sih tradisi Gredoan ini dilakukan? Gredoan adalah salah satu tradisi unik untuk mendapatkan jodoh atau pasangan cinta sejati. Para wanita mulai menyiapkan makanan berupa tumpeng dan kue basah di dalam gedhek (bangunan dari bambu). Para pria lewat di luar gedhek tersebut dan mulai mengintip ke dalam gedhek. Mereka tidak hanya mengintip, tetapi juga mencari gadis yang jadi incarannya. Jika pria tersebut melihat wanita yang cocok dan disukai, maka pria ini nantinya memasukkan batang lidi ke dalam gedhek tersebut.
Tidak hanya memasukkan lidi, mereka pun bisa saling berbicara satu sama lain, tetapi tetap dipisahkan oleh tembok bambu. Jika wanita yang jadi incaran tersebut menerima, maka lidi yang tadi dimasukkan akan berbentuk waru (love / hati). Tapi, jika ditolak, maka lidi tersebut akan dipatahkan. Pria yang ditolak masih dapat mencari wanita lainnya. Sedangkan pria yang diterima, bisa mengobrol di teras rumah. Jika sudah merasa cocok, maka bisa dilanjutkan ke jenjang pernikahan dengan bertemu keluarga wanita tersebut.
#3 Tradisi Kawin Colong, Banyuwangi
Sumber Gambar: hasansentot2008.blogdetik.com
Tradisi yang satu ini juga salah satu yang masih dilestarikan oleh suku Osing (Using) di Banyuwangi. Berbeda dengan tradisi Gredoan, tradisi yang satu ini lebih “ekstrim” buat kamu yang uda ngebet pengen nikah. Ya, colong memiliki makna mencuri. Tradisi kawin colong ini dilakukan oleh para pemuda dengan cara menculik wanita yang menjadi incarannya untuk dinikahi. Jika seorang pria melakukan pencurian anak gadis dari rumah orang tuanya, maka pria tersebut wajib langsung menikahi gadis tersebut. Tradisi ini bukan untuk dimain-mainkan secara sembarangan.
Bagi sebagian masyarakat kita, tindakan seperti yang dilakukan dalam tradisi ini bisa dianggap sebagai tindakan kriminal, tetapi tidak bagi suku Osing tersebut. Tradisi ini justru terus dilestarikan secara turun temurun ke setiap generasi suku Osing tersebut. So,, buat loe yang uda kebelet pengen kawin, dateng aja ke masyarakat suku Osing, culik dah tuh anak gadis orang hahaha..
#4 Tradisi Tarian Emaida Yibu, Papua
Ilustrasi Gambar: jbrcommunity.org
Tradisi ini berasal dari salah satu suku di Papua, yaitu Suku Mee. Tarian ada Emaida Yibu bermakna tarian di dalam rumah adat. Ema artinya rumah adat, Da artinya di dalam, sedangkan Yibu artinya goyang atau tarian. Tradisi ini tetap dilestarikan oleh suku Mee di Papua hingga sekarang.
Bagaimana mencari jodoh dengan tradisi ini? Suku Mee membangun rumah adat yang terbuat dari bambu dan kayu. Tarian Emaida Yibu ini bagi kaum muda mudi menjadi ajang pencarian jodoh. Tarian adat ini tidak hanya dilakukan oleh suku Mee tapi juga diikuti oleh masyarakat sekitarnya. Tetapi, apabila ingin mengikuti tarian ini, harus memberitahukan tuan rumah terlebih dahulu agar bisa disiapkan sajian.
Dalam penyambutan tersebut, suku Mee melakukan tarian adat di dalam rumah. Mereka menari-nari dan terus bergoyang. Dalam momen tarian ini, para muda-mudi berkesempatan tuk saling mencari jodoh satu sama lain dengan saling tarik menarik satu dengan lainnya. Jika cocok, maka usai tarian adat ini, dilanjutkan ke prosesi selanjutnya, yakni pernikahan.
#5 Tradisi Omed-Omedan, Bali
Sumber Gambar: suluhbali.co
Omed-omedan secara bahasa berarti tarik menarik. Ya, tradisi ini ada hubungannya dengan tarik menarik antara pria dan wanita. Tradisi ini dilestarikan hingga sekarang oleh masyarakat Bali terutama di daerah Banjar Kaja Kelurahan Sesetan, Denpasar Selatan. Tradisi ini tidak hanya tarik menarik, tetapi juga ciuman massal yang sudah dilakukan sejak abad 17. Tradisi omed-omedan ini hanya khusus dilakukan oleh muda-mudi yang belum menikah. Buat janda atau duda, tidak boleh ikut dalam tradisi ini. Oh ya, wanita yang datang bulan, juga tidak boleh mengikuti tradisi ini, untuk menjaga kesucian tradisi.
Biasanya dilakukan setelah Hari Raya Nyepi. Sebelum tradisi ini dilakukan, tetua adat dan yang hadir melakukan ritual doa. Pada saat momen tradisi ini berlangsung, rombongan pria dan wanita dipisahkan satu sama lain yang saling berhadapan. Para pemuda dan wanita yang belum menikah, berada di baris paling depan. Pria dan wanita tersebut saling menjajaki terlebih dahulu sebelum digendong. Apabila tidak cocok, mereka akan saling menghindar, tetapi jika cocok, maka, pria dan wanita tersebut digendong dan kemudian dibawa saling mendekat satu dengan lainnya. Begitu jarak sudah dekat, mereka saling berciuman. Ciuman itu terus berlangsung hingga tetua adat meniup peluit atau menyiramkan air. Setelah tradisi ini selesai, maka dilanjutkan dengan pertemuan antar keluarga pihak pria dan wanita.
#6 Tradisi Kamomose, Buton
Sumber Gambar: google+
Tradisi ini tetap lestari hingga saat ini di wilayah Kelurahan Wanepa-nepa, Kecamatan Lakudo, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Tradisi Kamomose dilakukan secara turun temurun dengan memanfaatkan momen Hari Raya Idul Fitri. Tradisi ini dimulai dengan tarian Linda oleh para gadis dengan diiringi alunan musik tradisional.
Para orang tua yang ingin anak gadisnya mendapatkan jodoh, setelah tarian usai, kemudian menempatkan anak gadisnya berbaris dengan teratur sambil membawa wadah. Para pria, lalu, ikut berbaris rapi berhadapan dengan para gadis tersebut. Jika para pria menyukai salah satu gadis, maka dia akan melemparkan kacang ke wadah yang dibawa gadis tersebut. Tidak hanya kacang, pemuda juga boleh melemparkan koin emas atau perak ke wadah. Para orang tua sudah memahami, bahwa lemparan tersebut adalah kode bahwa anak gadisnya hendak dilamar oleh sang pemuda. Maka, kode ini ditindaklanjuti dengan cara adat.
#7 Tradisi Pekande-Kandea, Buton
Sumber Gambar: beritasatu.com
Hampir mirip dengan tradisi sebelumnya, Kamomose, tradisi pekande-kandea ini juga berasal dari Buton, terutama di wilayah Desa Tolandona, juga menjadi ajang untuk mencari jodoh. Secara bahasa, pekande-kandea artinya makan-makan. Tradisi ini biasanya dilakukan saat momen Idul Fitri. Dahulunya, dilakukan untuk menyambut pahlawan yang kembali setelah mendapatkan kemenangan.
Dalam prosesi adat ini, panitia ritual menyiapkan talam yang berisikan makanan, dan dijaga para gadis-gadis di desa setempat untuk melayani masyarakat yang ingin makan.Sebelum acara dimulai, sekumpulan anak gadis akan berdandan dengan berpakaian adat kombo wolio. Berikutnya mereka akan duduk manis menjaga nampan yang dibawa masing-masing. Nampan tersebut terbuat dari perak berisi berbagai macam kue tradisional.
Ketika acara dimulai, dua orang panitia akan tampil untuk mengucapkan wore sebagai penanda. Kemudian keduanya akan mengucapkan pantun dengan bunyi “Maimo sapo lapana puuna gau“ dan “Katupana Mia bari ‘amatajamo“ yang ditemani alunan musik kadandio dan dounauna yang indah.
Remaja pria dan tamu berkesempatan untuk duduk menghadap nampan berisi kue tradisional tersebut. Sebelum berkesempatan menikmati kue-kue tersebut, para pemuda akan menyampaikan isi hatinya dengan berpantun dan irama lagu. Kemudian para gadis akan memberikan suapan kue kepada para pemuda sebagai tanda terima kasih.
Pengunjung yang ikut menikmati kue-kue tersebut dapat memberikan sejumlah uang sesuai kerelaan kepada para gadis tersebut sebagai bentuk terima kasih. Selama prosesi tradisi berlangsung, pengunjung yang datang akan dihibur berbagai acara adat berupa lagu dan musik daerah dengan tabuna beduk. Di akhir acara, para gadis, anak-anak dan masyarakat umum lainnya boleh ikut serta dalam parade kombo wolio.
#8 Tradisi 3B, Bibit, Bebet, Bobot ala Jawa
Sumber Gambar: rainiyrainbow.wordpress.com
Bagi kamu yang berasal dari keluarga Jawa, pasti sudah mengenal tradisi yang satu ini sebelum mencari jodoh. Para orang tua yang masih berpegang pada adat yang kuat, tetap melestarikan tradisi Bebet, Bibit, Bobot untuk mencarikan pasangan bagi anaknya. Bibit artinya calon pasangan pria itu berasal dari keluarga seperti apa. Apakah keluarga bangsawan, atau biasa-biasa aja. Keluarga yang baik atau berantakan. Kondisi keluarganya sangat berpengaruh disetujui atau tidaknya pria melamar anak gadis.
Bebet artinya dilihat dari aspek kesiapan ekonomi pria untuk menafkahi anak gadisnya. Apakah pria tersebut sudah sanggup memberikan nafkah lahir dan batin kepada anak gadisnya. Sedangkan Bobot dititikberatkan pada aspek pendidikan, akhlak atau agama si pria.
Itu beberapa tradisi mencari jodoh yang tetap lestari hingga sekarang. Buat kamu para jomblo, tunggu apa lagi, kamu bisa mencoba mencari pasanganmu dengan mengikuti salah satu tradisi tersebut. Siapa tau, dengan ikut salah satu tradisi tersebut, kamu bisa dapat pasangan yang sehati, sehidup semati, plus bisa menikmati keindahan wilayah dimana tradisi tersebut berasal.