Sukuk merupakan salah satu instrumen keuangan yang belum dikenal luas. Bahkan sebagian orang mungkin belum pernah mendengarnya sama sekali.
Hal ini memang wajar karena sukuk tidak terdapat pada dunia keuangan konvensional, di mana suku bunga dijadikan sebagai acuannya.
Sukuk adalah salah satu instrumen keuangan yang diperdagangkan di dalam sistem keuangan syariah (bukan berbasis bunga).
Berbeda dengan saham dan obligasi (surat utang), instrumen berbasis syariah ini awalnya tumbuh di negara-negara Islam (khususnya negara-negara di kawasan Timur Tengah).
Namun karena kelebihannya, instrumen keuangan yang satu ini pun kemudian diterima secara universal dan diperdagangkan di banyak negara di seluruh dunia.
Tapi sebelum mengenal lebih jauh tentang instrumen keuangan yang satu ini, apakah kamu sendiri pernah mendengar istilah “sukuk”?
Sukuk berasal dari kata dalam bahasa Arab “sakk”, yang artinya dokumen atau sertifikat. Untuk memahami lebih dalam mengenainya, kamu sebaiknya memahami obligasi atau surat utang terlebih dahulu (soalnya dua-duanya terkesan sama).
Obligasi adalah surat utang yang dikeluarkan penerbit obligasi kepada pemegang obligasi. Di saat yang sama, penerbit obligasi berjanji bahwa kelak ia akan membayar utang pokok beserta bunganya (kupon) di suatu waktu yang sudah ditentukan atau jatuh tempo, kepada pemegang obligasi.
Berbeda dengan obligasi, sukuk adalah surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan penerbit sukuk kepada pemegangnya, yang mewajibkan penerbit membayar pendapatan kepada pemegangnya berupa hasil margin atau fee, serta membayar kembali dana tersebut saat jatuh tempo.
Perbedaan secara umum antara obligasi dan sukuk adalah bahwa sukuk bukan efek berbasis utang, tetapi efek berbasis penyertaan. Transaksi antara investor dengan penerbit bukan pinjam meminjam, tetapi investor menyertakan modalnya terhadap aset yang dibiayai sukuk. Dengan demikian, investor menjadi bagian dari pemilik aset.
Sama seperti instrumen syariah lainnya, instrumen syariah ini tidak mengenal istilah bunga, namun diganti dengan uang sewa. Dalam proses penjualannya diterapkan sistem sale & lease back. Contoh penerapannya seperti berikut.
Misalkan, pemerintah awalnya menyediakan sejumlah aset yang dijual kepada pembeli sukuk. Pemerintah tentunya akan mendapatkan uang dari hasil penjualan sukuk tersebut. Nah, inilah yang dinamakan “sale” dari sistem sale & lease back.
Setelah itu, seusai menjual aset-aset tersebut, pemerintah langsung langsung menyewa kembali aset yang tadi dijualnya. Pemerintah tentu harus membayar sewa, dan inilah yang dinamakan dengan proses “lease back”.
Nanti setelah jatuh tempo, pemerintah akan membeli lagi aset yang dijual dengan harga yang sama pada saat awal penjualan.
Dari contoh di atas, kita dapat mengetahui bahwa bunga diganti dengan uang sewa. Jadi, keuntungan yang kita dapatkan bukanlah bunga, melainkan uang sewa yang dihalalkan dalam konsep syariah Islam.
Penerbitan sukuk bisa dilakukan oleh Pemerintah maupun korporasi. Untuk yang diterbitkan Pemerintah dikenal juga dengan istilah Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Akad yang digunakan dalam penerbitan instrumen keuangan ini ada beberapa macam, dua di antaranya yaitu akad mudarabah dan akad ijarah.
Akad mudarabah yaitu akad berbasis kerjasama, sehingga keuntungan investasi yang diperoleh tidak tetap. Hal ini timbul karena hasil keuntungan sangat dipengaruhi besarnya pendapatan usaha yang dihasilkan oleh aset yang dibiayai sukuk.
Sementara Akad ijarah yaitu akad yang berbasis sewa-menyewa. Berbeda dengan akad mudarabah, keuntungan pada akad ijarah bersifat tetap. Skema tersebut dapat terjadi karena pada akad ijarah menggunakan skema sewa-menyewa, di mana investor sebagai pihak yang menyewakan modal kepada penerbit sukuk.
Lalu, jika kita ingin membeli instrumen investasi ini, seperti apa prosesnya?
Untuk membelinya dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Hal ini karena instrumen keuangan ini diterbitkan umumnya bernilai milyaran rupiah.
Namun beberapa tahun belakangan, Pemerintah mulai menerbitkan sukuk dengan nominal kecil agar bisa dijangkau masyarakat luas. Instrumen ini dikenal dengan nama Sukuk Ritel (Sukri).
Sukri adalah bentuk surat berharga negara yang dapat dibeli investor ritel, yaitu masyarakat umum. Kita dapat membeli Sukri pada saat peluncuran (pasar perdana) maupun pada saat setelah peluncuran (pasar sekunder).
Harga yang dibayarkan umumnya berbeda antara pasar perdana dan pasar sekunder.
Sukri ditawarkan melalui agen penjual resmi yang ditunjuk Pemerintah, seperti bank dan perusahaan sekuritas. Jika kamu berminat, dana investasi yang harus ditempatkan minimal Rp 5 juta.
Saat ini imbal hasil yang ditawarkan berkisar antara 6% hingga 12%. Kamu pun dapat memperoleh potensi keuntungan dari penjualan Sukri sebelum jatuh tempo. Namun demikian, bukan berarti investasi dalam Sukri bebas risiko.
Beberapa risiko yang mungkin muncul adalah risiko fluktuasi harga, apabila kamu ingin menjual sebelum jatuh tempo. Risiko Kedua adalah kemungkinan gagal bayar oleh Pemerintah.
Terakhir, berinvestasi dalam efek syariah di samping menguntungkan juga memberikan ketenangan jiwa.
Menarik, bukan? Bagi umat Muslim yang sangat menjunjung tinggi ajaran Islam, berinvestasi dalam efek syariah tentu menjadi pilihan yang tepat. Jadi, tunggu apa lagi?
Referensi Tambahan: Wikipedia
Postingan ini dimodifikasi pada 28 Juni 2016 8:20 pm
Pembajakan software adalah masalah yang merajalela termasuk di Indonesia yang telah tumbuh seiring perkembangan kecepatan…
Siang terik paling enak menyantap masakan ndeso, salah satu yang buat kangen adalah menu sayur…
Kuliner Nusantara memang tak ada habisnya. Banyak sajian kuliner khas Indonesia yang terkenal seantero Nusantara,…
Karena berbagai alasan masih banyak pecinta kucing yang melepas kucingnya untuk bebas berkeliaran di luar…
Walaupun tidak setenar Tokyo, namun ada banyak destinasi wisata menarik yang bisa kamu kunjungi saat…
Remittance advice adalah definisi yang harus diketahui siapa saja yang akan melakukan remittance. Orang-orang yang…
Tinggalkan Komentar