Gimana sih cara mengendalikan emosi kita? Selalu ingin marah-marah terus, lama-lama bisa jantungan nih… Atau tiba-tiba muncul perasaan sedih, kecewa, takut, tanpa mengerti bagaimana bisa mengkontrolnya.
Sebagai manusia, tentu kita tak bisa lepas dari yang namanya emosi tersebut. Itu salah satu sifat yang ada pada diri kita.
Sebenarnya, banyak cara yang bisa dilakukan agar emosi bisa terkendali.
Untuk hal yang mendasar, alangkah baiknya, kita mengenal tentang emosi dan reaksinya lebih mendalam agar tahu cara mengendalikan emosi tersebut.
Ada 6 emosi primer pada manusia, yaitu marah (anger), jijik (disgust), takut (fear), bahagia (joy), sedih (sadness), dan terkejut (surprise) (Ellsworth 2013). Setiap emosi tersebut adalah wajar dan alamiah serta memiliki pesan tertentu.
[nextpage title=”Mengenali Emosi & Reaksinya” ]
Pemahaman mengenai emosi dasar ini penting agar kita tahu bagaimana berespon terhadap reaksi emosi diri sendiri dan orang lain, secara tidak langsung sebagai cara mengendalikan emosi itu sendiri.
Hal yang perlu dipahami juga adalah mengenai bentuk-bentuk reaksi emosi sebagai salah satu cara mengendalikan emosi. Berikut contoh yang “sama” agar memudahkan pemahaman.
1. Reaksi Primer Adapatif
Seorang anak balita laki-laki kehilangan mainan mobil-mobilannya. Ia menangis karena mobil-mobilan tersebut adalah mainan kesayangannya.
Menangis adalah reaksi primer adaptif terhadap kehilangan mainan.
Reaksi primer adaptif membuat seseorang menyadari perasaannya sehingga ia dapat mengalirkan emosinya dengan wajar, membuatnya segera stabil dan mengembangkan kemampuan problem solving yang lebih baik sesudahnya.
Respon lingkungan yang diharapkan adalah Acceptance, terima dengan cara:
Hindari:
– merendahkan keluhannya
– mengabaikan
– menasihati
– memarahi
2. Reaksi Primer Maladaptif
Seorang anak balita laki-laki kehilangan mainan mobil-mobilannya. Ia mengamuk melempar dan merusak mainan serta barang-barang lainnya juga memukul dan menendang orang-orang di sekitarnya.
Mengamuk adalah reaksi primer maladaptif terhadap kehilangan mainan.
Reaksi maladaptif seringkali terjadi karena contoh yang buruk atau karena respon yang salah dari lingkungan. Misalnya, ketika anak diabaikan emosi primernya, maka ia akan menuntut untuk diperhatikan dengan cara yang salah.
Oleh karena itu, selain melakukan respon yang sama seperti terhadap reaksi primer adaptif, meminta maaf kepada anak juga diperlukan.
[/nextpage]
[nextpage title=”Cara Mengendalikan Emosi” ]
3. Reaksi Sekunder
Seorang anak balita laki-laki kehilangan mainan mobil-mobilannya. Ia menangis, tapi ayahnya berkata, “Laki-laki harus kuat, tidak boleh menangis”. Karena perkataan ayahnya tersebut, ia merasa malu dan kesal pada dirinya.
Malu dan kesal ini adalah reaksi sekunder terhadap perasaan sedih yang merupakan emosi primernya.
Dalam konteks konsultasi, kebanyakan reaksi yang ditampilkan adalah reaksi sekunder yang sudah beranak-pinak. Seorang terapis bertugas membantu klien mencari akar primernya terlebih dahulu sehingga klien dapat menuntaskan masalah yang dihadapinya.
Misalnya, seorang suami yang berselingkuh karena merasa istrinya terlalu dominan di rumah. Bisa jadi berakar dari emosi primer suami yang takut dan marah harga dirinya sebagai laki-laki terancam oleh istrinya.
Atau, seorang istri yang sangat pencemburu kepada suaminya mengatakan bahwa itu dilakukan karena cinta, padahal primernya adalah karena ia sangat takut kehilangan orang yang memberikan rasa aman.
4. Reaksi Instrumental
Seorang anak balita laki-laki kehilangan mainan mobil-mobilannya. Ia menangis dan ibunya datang memeluk serta membujuknya, “Sini-sini sama bunda, ade mau eskrim?”
Berulang kali setiap ia mengalami kesakitan, kesulitan atau kehilangan, ibu atau orang di sekitarnya akan membujuknya dan menyelesaikan masalahnya. Akhirnya anak belajar bahwa kalau ia menangis, maka ia akan mendapat apa yang diinginkannya.
Reaksi instrumental adalah reaksi yang tidak murni dan tidak tulus. Terbentuk karena proses belajar, dan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Ini bisa terjadi pada anak hingga dewasa.
Untuk memperbaiki reaksi instrumental, selain perlu ditemukan akar primernya, juga perlu melakukan reframing (mengubah cara pandang) dan juga edukasi agar seseorang memilih reaksi lainnya yang lebih adaptif.
Bila ada unfinished bussiness atau pengalaman traumatis, maka perlu dibereskan lebih dulu.
Semakin muda usia seseorang, maka semakin mudah untuk mengubahnya. Untuk orang dewasa yang cara pandangnya sudah mengeras menjadi belief atau bahkan value, maka mengubah reaksi emosi instrumental membutuhkan usaha lebih besar.
Untungnya, tidak seperti manusia yang terpaku pada hasil, maka Allah menilai pada usaha. Jadi …. berusaha saja dengan fokus pada tujuan perubahan.
Sumber Tulisan:
Yeti Widiati 020116
[/nextpage]
Postingan ini dimodifikasi pada 22 Januari 2016 2:21 pm
Pembajakan software adalah masalah yang merajalela termasuk di Indonesia yang telah tumbuh seiring perkembangan kecepatan…
Siang terik paling enak menyantap masakan ndeso, salah satu yang buat kangen adalah menu sayur…
Kuliner Nusantara memang tak ada habisnya. Banyak sajian kuliner khas Indonesia yang terkenal seantero Nusantara,…
Karena berbagai alasan masih banyak pecinta kucing yang melepas kucingnya untuk bebas berkeliaran di luar…
Walaupun tidak setenar Tokyo, namun ada banyak destinasi wisata menarik yang bisa kamu kunjungi saat…
Remittance advice adalah definisi yang harus diketahui siapa saja yang akan melakukan remittance. Orang-orang yang…
Tinggalkan Komentar