– Maraknya bisnis online, tanda matinya bisnis offline? – Shopping alias belanja merupakan salah satu aktivitas favorit bagi sebagian orang.
Bahkan tidak sedikit warga di perkotaan, memilih untuk nge-mal atau pergi ke mal hanya untuk menghabiskan waktu liburan dan akhir pekannya. Ada yang belanja, makan, nonton, atau sekadar nongkrong dan jalan-jalan.
Belanja di mal atau toko ritel kini sudah menjadi gaya hidup. Namun seiring perkembangan teknologi, cara berbelanja pun kini mengalami perubahan.
Di zaman modern dengan berbagai kemudahan teknologi, konsumen kini tidak perlu lagi repot-repot belanja. Cukup bermodalkan gadget, barang yang diinginkan bisa langsung didapat bahkan dikirim ke rumah.
Yup, inilah yang dinamakan belanja online (online shopping). Sebuah cara berbelanja dengan menggunakan jaringan internet sebagai medianya.
Lalu, mengapa sebagian orang lebih senang berbelanja online ketimbang berbelanja secara konvensional?
Keuntungan Berbelanja Online
Ada banyak keuntungan yang bisa kita peroleh saat berbelanja online. Yang pertama, hemat waktu dan tenaga. Apabila kita berbelanja secara langsung, tentu kita harus keluar rumah dan pergi ke toko yang kita tuju.
Untuk memperoleh barang yang kita inginkan, tak jarang kita pun harus keluar-masuk banyak toko. Membandingkan kualitas dan harga barang di tiap-tiap tempat. Sungguh merepotkan, bukan?
Berapa lama waktu yang diperlukan untuk pergi belanja hingga sampai kembali ke rumah? Pastinya bisa berjam-jam. Belum lagi kalau jalanan macet dan cuaca panas menyengat. Kebayang kan capenya?
Nah, dengan belanja online, kegiatan yang merepotkan tadi tidak perlu kita lakukan. Dengan mencari situs-situs belanja melalui perangkat komputer atau smartphone yang tersambung dengan jaringan internet, kita bisa bertransaksi langsung dengan toko online tersebut. Jadi lebih hemat waktu dan tenaga.
Yang kedua kita bisa menghemat uang. Berbelanja secara langsung apalagi ke tempat yang jauh, tentu memerlukan dana untuk transportasi. Ditambah lagi dengan pengeluaran konsumsi selama di perjalanan. Hal ini tentu membuat budget yang mesti kita persiapkan menjadi lebih besar.
Lain halnya dengan belanja online. Kita bisa memperoleh barang tanpa harus keluar ongkos transportasi menuju lokasi pusat perbelanjaan. Banyak toko online yang bahkan memberikan promo free ongkir alias bebas ongkos kirim. Kalaupun ada ongkos kirim, biasanya tidak begitu besar.
Keuntungan lainnya adalah berbelanja online bisa dilakukan sambil bersantai. Kamu tidak perlu lagi berdesak-desakan saat belanja. Sambil menonton acara televisi favorit, kamu pun masih bisa belanja lho.
Dengan berbagai kelebihan tersebut, banyak orang kini mulai memilih berbelanja secara online. Apalagi kondisi negara ini yang berbentuk kepulauan, tentu sangat cocok bagi masyarakat kita.
Berdasarkan data Indonesia E-commerce Association (iDEA), barang yang paling banyak dicari antara lain produk fesyen, gadget, peralatan rumah tangga, dan tiket perjalanan. Perputaran barang-barang tersebut di berbagai platform online tergolong sangat cepat.
Tiap tahunnya, industri e-commerce sendiri tumbuh dua digit hingga bisa mencapai 30% per tahun. Hal ini didorong oleh perkembangan jaringan internet dan penggunaan smartphone yang semakin meluas.
Apakah Era Bisnis Offline Sudah Berakhir?
Kehadiran bisnis online menjadi semacam “ancaman” bagi banyak ritel offline. Memang proporsi bisnis online masih di bawah 3% dari total ritel.
Tapi, tren perkembangan industri ini terus meningkat tiap tahunnya.
Kejadian mengejutkan terjadi di Amerika Serikat. Walmart (perusahaan ritel offline terbesar di Amerika) mengalami penurunan penjualan terburuk selama 35 tahun terakhir pada 2016 lalu. Hal ini terkait dengan meningkatnya persaingan, terutama menghadapi perusahaan e-commerce Amazon.
Nilai kapitalisasi pasar Amazon pada 2017 diperkirakan mencapai 430 milyar dollar. Nilai ini hampir dua kali lipat market value-nya Walmart yang sekitar 220 milyar dollar.
Dengan nilai kapitalisasi pasar sebesar itu, Amazon berhasil menyalip Facebook dan Warren Buffett’s Berkshire Hathaway. Amazon hanya kalah oleh perusahaan raksasa seperti Apple, Google, dan Microsoft.
CEO Amazon, Jeff Bezos, bahkan dinobatkan sebagai orang terkaya kedua di dunia setelah Bill Gates (pendiri dan CEO Microsoft). Sungguh prestasi luar biasa bagi sebuah perusahaan e-commerce.
Situasi menurunnya penjualan ritel offline terjadi pula di Singapura. Banyak kios-kios di mal-mal besar Singapura tutup. Eksistensi Orchard Road sebagai destinasi belanja pun kian terpuruk.
Dua tahun terakhir data penjualan ritel-ritel mewah di kawasan ini mulai menurun. Hal ini dipicu oleh menurunnya jumlah pengunjung, namun di sisi lain biaya sewa semakin mahal. Dampaknya banyak mal-mal besar di Singapura terancam tutup.
Berubahnya minat belanja masyarakat Singapura turut memperparah situasi ini. Sebagian besar orang dewasa di sana, secara rutin melakukan transaksi belanja online sepanjang tahun 2016. Hal ini tentu menjadi kabar buruk bagi ritel-ritel besar di Singapura.
Lalu, Bagaimana dengan Kondisi di Indonesia?
Menjamurnya bisnis online memang cukup membuat bisnis ritel online mengalami perlambatan. Namun hal ini tidak akan mematikan sepenuhnya bisnis offline. Seperti kita ketahui, tidak semua bisnis seluruhnya bisa dilakukan secara online.
Walaupun terjadi perlembatan, mal-mal di Jakarta sepertinya masih ramai dikunjungi. Meski demikian para pebisnis ritel offline mulai mengantisipasi situasi ini dengan cara ikut bergabung ke online shop.
Potensi tumbuhnya bisnis online tetap besar. Beberapa platform online yang kita kenal antara lain Tokopedia, Traveloka, OLX, Bukalapak, Blibli, Bhinneka, Elevenia, Zalora, MatahariMall, dan masih banyak lagi.
Selain itu pasar Indonesia yang besar, juga turut menyita perhatian perusahaan-perusahaan e-commerce dunia. Sebut saja Alibaba yang hadir lewat Lazada, eBay lewat Blanja.com, serta Amazon yang bersiap meramaikan industri bisnis online di Indonesia.
Apakah kehadiran perusahaan e-commerce menjadi akhir bagi bisnis offline, hanya waktu yang akan menjawab …..