Kisah Parenting: Jika Anak Ingin Membaca
Tinggal di rumah yang bergelimang buku sejak lahir tak pelak membuat anak saya, Bibing sangat antusias membaca.
Awalnya saya sudah berusaha untuk tidak mengajarinya membaca, sesuai surat edaran mentri pendidikan. Saya pikir saya akan mengajarinya membaca nanti saja, saat usianya telah menginjak 5 tahun. Jadi saya santai saja.
Alhamdulillah, di usianya sekarang 3,5 tahun, anak saya sudah bisa membaca kata dan kalimat pendek. Berikut ini saya share beberapa tahapannya :
1. Membacakan buku sejak bayi
Walaupun tidak bermaksud mengajarkan membaca, saya tetap berusaha memupuk kecintaannya pada buku. Berbagai jenis buku, terutama lungsuran kakak-kakak tersedia di rumah. Sejak abayi, saya, suami atau anak-anak besar membacakan sesuatu pada anak saya tersebut.
2. Mengenalkan huruf kepada anak kita
Usia 2 tahunan, anak saya mulai bertanya-tanya tentang huruf. Saya menjawab sekedar apa yang ditanyakannya. Dan dia senang sekali bertemu aneka huruf di dunia ini. Di rumah, di toko, di jalan, di mana saja selalu bertemu huruf. Lalu saya belikan mainan huruf bermagnet yang bisa ditempel di kulkas. Bibing senang mengaturnya sambil menyebutkan hurf-huruf itu. Tak lama dia pun hafal nama-nama huruf.
3. Mengenalkan kata
Setelah belajar huruf, saya mengenalkan anak saya, Bibing dengan kata-kata yang dia kenal. Misalnya sambil membacakan buku Bubu, saya kenalkan kata ‘Bubu’ kepadanya ..dan saya tunjukkan kata Bubu itu ada di berbagai halaman. Biasanya saya mengenalkan kata yang berisi nama tokoh utama dalam buku saja. ‘Harimau’, ‘Sali’, ‘Bebek’, dll.
4. Mengajarkan konsep suku kata
Nah aktivitas ini sangat disukai Bibing saat usianya menginjak 3 tahun. Ini adalah aktivitas yang sama sekali tidak ada kaitan langsung dengan membaca. Jadi secara lisan saja.
Dia belajar mengeja suku kata secara lisan.
Misalnya saya bilang minum : mi-num. Mi sama num jadi mi..num
Ge sama las jadi ge..las
Kur sama si jadi kur..si..
Dan Bibing senang sekali mengulang aktivitas ini di manapun dia berada. Sambil main perosotan, naik sepeda, mandi, makan, jalan-jalan. Sampai dia lancar menyebutkan kalimat pendek seperti :
‘Bi sama Bing sama na sama ik sama se sama pe sama da jadi..Bibing naik sepeda’. Dan dia senang “menantang” kakak-kakak dengan menyebutkan dan merangkai berbagai suku kata itu.
5. Menyusun huruf menjadi kata
Ini adalah aktivitas yang tidak sengaja saya terapkan. Dalam satu kunjungan ke toko buku, anak saya menemukan mainan belajar membaca yang berisi balok kayu betuliskan huruf di sisinya dan kartu-kartu berisi gambar dan kata. Saya sudah hampir pulang saat Bibing merengek meminta mainan itu dan tidak mau dia lepaskan. Agak menyebalkan karena mainan itu tinggal 1 paket, display dan sudah lusuh. Saya tawarkan anak saya untuk mencari yang baru di kesempatan lain dan dia menolak. Akhirnya saya belikan.
Di rumah dia senang sekali menyusun huruf menjadi kata, mengikuti contoh di kartu bergambar. Lalu dia mengikuti menyusun huruf itu dengan hurf-huruf magnet yang sudah dia punya di kulkas. Misalnya, anak saya menyusun kata RODA dengan balok kayu, lalu dia menyusun kata RODA juga di kulkas. Dan dia senang sekali dengan kenyataan itu..dia ceritakan pada semua yang mau mendengar bahwa dia punya roda di balok kayu dan roda di kulkas.
6. Mengenalkan huruf kecil
Ini karena anak saya melihat ada huruf-huruf yang berbeda dengan yang dia ketahui dan menanyakannya. Saya jelaskan bahwa itu adalah huruf kecil. Beberapa hari saja, dia sudah hapal.
7. Mengenalkan suku kata
Saya mengetik beberapa suku kata seperti : ma, mi, ba, bi, sa, dan su. Hanya itu saja. Saya kenalkan cara membacanya. Namun, karena anak saya terlanjur mengenal huruf, akhirnya dia membaca dengan mengeja huruf…’m’ sama ‘a’ jadi ‘ma’. Padahal saya mengajar kaka-kakaknya membaca langsung dengan menghapal suku kata tanpa mengeja.
Tapi ya..dia sukanya begitu, ya saya ikuti saja.
Kelebihan mengeja ini, ternyata anak saya jadi bisa menyambungkan semua huruf tanpa perlu saya ajari lagi. Dia akan mengucapkan : k sama a ka,ka sama i ki jadi ka..ki. Padahal saya belum mengajarkannya.
Sementara kakaknya dulu, karena menghapal bentuk suku kata, maka saya harus menyediakan semua suku kata dari ba bi bu be bo sampai za zi zu ze zo.
8. Menyusun kata
Tak lama anak saya menyusun huruf-huruf dalam benaknya dengan balok kayu dan huruf magnet. Dan dia menyambungkannya dengan konsep penyatuan suku kata di tahap 4. Maka dia bisa menuliskan kata-kata sendiri. Jadi selain bisa membaca, dia juga bisa menyusun huruf menjadi kata tanpa bantuan.
Selain balok kayu dan magnet, saya mengajarkannya ‘mengetik’ di komputer. Dia akan mencari huruf yang dia butuhkan untuk membuat kata yang diinginkannya. Untuk aktivitas ini, dia bisa anteng beberapa lama, cukup waktu untuk saya menghirup secangkir kopi ?
Dan setelah bisa membaca, dia selalu tersenyum saat melihat ada kata-kata yang dia pahami di sepanjang jalan, di mall, di buku, di mana saja..
‘S a sa..t e te..sate..mi..Bibing mau sate..’ujarnya senang kalau melihat spanduk sate.
‘T a ta..h u hu..tahu…mi..ada tahu..’ Dan dia begitu bahagia, setelah selama ini memandang abstrak tulisan, sekarang bisa mengetahui arti tulisan itu..seolah rahasia dunia kini terbuka untuknya. ??
Sumber Tulisan:
Teh Patra dalam akun Facebook pribadi beliau.